Diantara hikmah ilahi, Allah -Subhanahu wa Ta’la-
menciptakan kegelapan sebagai waktu untuk beristirahat bagi makhluk hidup dan
untuk mendinginkan suhu udara bagi tubuh makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan.
Allah tidak membiarkan malam gelap dan kelam tanpa ada cahaya sedikitpun,
sehingga makhluk hidup tidak dapat bergerak dan
beraktifitas. Itu merupakan konsekuensi hikmah Allah-Azza Wa Jalla-; Dia
menerangi malam dengan sedikit cahaya. Berhubung makhluk hidup kadangkala butuh
bergerak, berjalan dan melakukan pekerjaan pada malam hari yang tidak dapat
dilakukan pada siang hari, karena sempitnya waktu siang, ataukah karena
panasnya yang sangat, ataukah karena takut keluar pada siang hari sebagaimana
halnya kebanyakan hewan-hewan. Lantaran itu, Allah -Subhanahu wa Ta’la-
mengerahkan tentara-tentara cahaya untuk membantu makhluk hidup di kegelapan
malam. Allah menyediakan bulan dan bintang pada malam hari, sehingga makhluk
hidup dapat melakukan banyak pekerjaan, misalnya bersafar, bercocok tanam atau
pekerjaan lainnya yang biasa dilakukan oleh para petani.
Cobalah perhatikan cahaya rembulan di kegelapan malam dan
cobalah renungi hikmah yang tersembunyi di balik itu. Allah menciptakan cahaya
bulan tidak seterang cahaya matahari agar tampak perbedaan antara siang dan
malam. Sebab jika sama terangnya, maka akan luputlah hikmah pergantian siang
dan malam yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. Cobalah perhatikan hikmah yang Allah ciptakan pada bintang-bintang
yang bertaburan di langit dan keajaiban penciptaannya. Bintang-bintang itu
menghiasi gelapnya malam sehingga menambah kecantikan langit di malam hari dan
laksana kompas bagi manusia dalam menentukan arah jalan yang tidak ia ketahui
di darat dan di lautan. Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu
dengan sebaik-baiknya.
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam". (QS. Al-A’raf:54 )
Pembaca yang mulia, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- pernah menjadikan kedua makhluk ini sebagai perandaian dan
perumpamaan yang indah, tatkala Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
وَ فَضْلُ اْلعَالِمِ عَلَى
اْلعَابِدِ كَفَضْلِ اْلقَمَرِ عَلَى سَائِرُ اْلكَوَاكِبِ,
إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ, إِنَّ اْْلأَنْبِيَاءَ لَمْ
يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا, إِنَّمَا
وَرَّثُوْا اْلعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهَ أَخَذَ
بِحَظٍّ وَافِرٍ
"Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan ahli
ibadah, seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang.
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi
tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu.
Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan yang
banyak." [HR.Abu Dawud (3641), At-Tirmidzi(2682)].
Mungkin akan timbul pertanyaan di benak kita, mengapa
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mempermisalkan orang yang berilmu
dengan bulan purnama, sedangkan ahli ibadah dengan bintang-bintang? Oleh
karenanya, marilah kita menyimak penjelasan dari para ulama kita.
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali-hafizhohullah- berkata dalam
menjelaskan hadits ini:”Dipermisalkan keutamaan orang alim dengan ahli ibadah
seperti keutamaaan bulan purnama atas seluruh bintang merupakan permisalan yang
sesuai dengan kondisi bulan purnama dengan bintang-bintang. Sebab bulan purnama
menerangi ufuk dan memancarkan cahayanya ke seluruh penjuru alam. Demikianlah
keadaannya orang yang alim. Adapun bintang-bintang, maka cahayanya tidak
melampaui dirinya sendiri atau sesuatu yang dekat dengannya. Ini adalah
kondisinya ahli ibadah. Cahaya ibadahnya hanya mampu menerangi dirinya, tanpa
selain dirinya. Kalaupun cahaya ibadahnya mampu menerangi selainnya, maka jangkauan
cahayanya tidaklah jauh sebagaimana terangnya bintang yang hanya sedikit”.
[Lihat Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhus Shoolihin (2 /472)]
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- berkata, "Di
dalam perumpamaan tersebut terdapat mutiara yang lain, yaitu bahwa kejahilan
laksana malam dalam kegelapannya. Para ulama dan ahli ibadah seperti kedudukan
bulan dan bintang-bintang yang terbit dalam kegelapan itu. Keutamaan cahaya
seorang yang berilmu dalam kegelapan itu dibandingkan cahaya seorang yang ahli ibadah
seperti keutamaan cahaya bulan dibandingkan bintang-bintang".[Lihat Miftah
Dar As-Sa'adah (1/259), tahqiq Ali bin Hasan Al-Atsariy].
Jika kita memperhatikan keadaan bulan purnama, maka kita
menyaksikannya, walaupun dia hanya sendiri, namun sudah cukup untuk menerangi
gelapnya malam. Tetapi, walaupun jumlah bintang bermilyar-milyaran, namun
jumlah yang banyak itu tidak mampu menerangi malam. Hal ini disebabkan karena
cahaya bintang sangatlah sedikit, sehingga ia hanya mampu menerangi dirinya
sendiri, tanpa yang lainnya.
Al-Qodhi Iyadh -rahimahullah- berkata, "Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- menyerupakan orang yang berilmu dengan bulan,
ahli ibadah dengan bintang-bintang, karena kesempurnaan ibadah, dan cahayanya
tak akan melampaui diri ahli ibadah tersebut. Sedang cahaya orang berilmu akan
terpancar kepada yang lainnya". [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (6/481)]
Orang yang berilmu akan menjadi berkah dimanapun ia berada.
Ia bisa mengajari manusia dengan ilmu yang bermanfaat. Sehingga manusiapun bisa
berjalan di muka bumi dengan cahaya ilmu yang akan menuntun mereka dalam
gelapnya alam kejahilan. Seluruh manusia akan mengambil manfaat darinya, baik
yang jauh maupun yang dekat, yang besar maupun yang kecil sebagaimana para
makhluk dapat mengambil manfaat dari cahaya bulan purnama baik yang jauh maupun
yang dekat. Bahkan hewan-hewan yang melata di muka bumi serta ikan- ikan yang
berada di dasar lautan merasakan manfaatnya sehingga merekapun memintakan
ampunan bagi orang-orang yang berilmu. Hal ini sebagaimana sabda Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam-,
وَ إِنَّ اْلعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِيْ السَّمَاوَاتِ
وَ مَنْ فِيْ الأَرْضِ
حَتَّى اْلحِيْتَانِ فِيْ المَاءِ
" Sesungguhnya orang yang berilmu akan dimintakan
ampunan oleh para makhluk yang berada di langit dan di bumi bahkan sampai
ikan-ikan besar yang berada di dasar lautan " [HR. Abu Dawud (3641) dan
At-Tirmidzi (3682)].
Abu Sulaiman Al-Khoththobiy -rahimahullah- berkata,
"Sesungguhnya Allah –Subhanahu- telah menetapkan ilmu tentang ikan-ikan
dan selainnya diantara jenis-jenis hewan melalui lisan para ulama, yaitu ilmu
tentang jenis-jenis manfaat dan kemaslahatan serta rezqi-rezqi. Merekalah
(yaitu para ulama) yang menjelaskan hukum tentang sesuatu yang halal dan haram
dari hewan-hewan itu; mereka memberikan bimbingan kepada kemaslahatan dalam
permasalahan ikan-ikan dan hewan-hewan. Mereka mewasiatkan untuk berbuat baik
kepada hewan-hewan tersebut, dan menghilangkan madhorot (kerusakan) darinya.
Lantaran itu, Allah mengilhamkan kepada hewan-hewan itu untuk memintakan
ampunan bagi para ulama (orang-orang berilmu) sebagai balasan atas kebaikan
perbuatan dan kasih sayang mereka terhadap hewan-hewan". [Lihat Aunul
Ma'bud (8/137) karya Syamsul Haqq Al-Azhim Abadiy]
Para pembaca yang budiman, Iniliah keutamaan ilmu. Namun
perlu diketahui, ketika kita mendapatkan kata "ilmu" ( الْعِلْمُ ) di dalam Al-Qur’an
maupun As-Sunnah, maka yang dimaksud adalah ilmu agama . Yaitu ilmu tentang
syari’at Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya -Shollallahu alaihi wa sallam-
berupa wahyu yang menjadi keterangan dan petunjuk. Telah dimaklumi bahwa para
Nabi -alaihi salaam- tidaklah mewariskan kepada umatnya ilmu perekonomian dan
perindustrian atau yang berhubungan dengannya. Namun, yang mereka wariskan
hanyalah ilmu syari’at alias ilmu wahyu, bukan yang lainnya!! [Lihat Kitab
Al-Ilm (hal. 9) karya Syaikh Al-Utsaimin, cet. Dar Al-Itqon, Mesir]
Namun bukan berarti mempelajari ilmu selain agama tidaklah
penting. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu-ilmu tersebut memiliki manfaat
yang bisa kita rasakan. Akan tetapi, ilmu-ilmu tersebut pemanfaatannya memiliki
dua sisi. Jika ilmu-ilmu tersebut digunakan untuk bermaksiat dan membuat
kerusakan di muka bumi, maka ia akan menjadi suatu hal yang tercela. Namun Jika
digunakan untuk menopang ketaatan kepada Allah dan untuk menolong agama-Nya
serta manusia pun dapat mengambil manfaat dari ilmu-ilmu tersebut, maka
ilmu-ilmu tersebut merupakan suatu kebaikan dan kemaslahatan. Bahkan bisa
menjadi wajib mempelajarinya dalam keadaan tertentu, apabila perkara itu masuk
dalam firman Allah -Azza wa Jalla-
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang".
(QS. Al-Anfal: 60).
Akan tetapi, kondisi kaum muslimin pada hari ini sangat
memprihatinkan. Mereka berlomba-lomba mengejar ilmu dunia dan lari meninggalkan
ilmu agamanya. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, ketika mereka menganggap
bahwa mempelajari ilmu agama adalah sebuah kemunduran. Setan menghias-hiasi di
mata mereka bahwa ilmu-ilmu dunia merupakan jalan menuju kesejahteraan hidup
dan kebahagiaan. Sedangkan mempelajari ilmu agama Allah akan membuat hidup
sengsara, miskin dan tidak memiliki masa depan. Hal ini bisa kita lihat di
sekitar kita. Para orang tua sekarang merasa malu jika ia memasukkan
anak-anaknya untuk belajar di pondok-pondok pesantren. Sebaliknya,amat bangga
jika menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah terkenal yang tidak punya
perhatian dengan agama, walaupun harus membayar mahal. Mereka berusaha dengan keras
agar anaknya bisa masuk ke sekolah tersebut, walaupun harus gali lobang, tutup
lobang dan makan apa adanya. Tetapi ketika anak-anaknya menjadi brandalan dan
sampah masyarakat, serta bodohnya minta ampun, maka merekapun mulai mencari
pondok-pondok pesantren terdekat untuk anak brandal mereka. Ibaratnya pesantren
adalah bengkel bagi barang rongsokan yang tidak lagi bisa dimanfaatkan.
Wahai kaum muslimin, apakah ini sumbangsih kalian kepada
islam!!! Pada hari ini, Islam juga butuh dengan otak-otak yang jenius.
Pesantren-pesantren juga butuh dengan anak-anak yang cerdas sehingga dapat
melahirkan ulama-ulama seperti Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafi’iy, dan Ahmad
-rahimahullah- .
Maka jadilah kaum muslimin pada hari ini sangat berambisi
mengejar dunia, tanpa mengenal lagi aturan-aturan Allah Yang Maha Bijaksana.
Mereka tidak peduli lagi dengan halal dan haram, yang penting kebutuhan
terpenuhi. Sehingga Allah menimpakan kehinaan kepada kaum muslimin pada hari
ini. Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ
ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى
دِيْنِكُمْ
"Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, memegang
ekor-ekor sapi (sibuk ternak), ridho dengan bercocok tanam (sibuk tani), dan
kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas diri
kalian; tak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama
kalian". [HR. Abu Dawud dalam Kitabul Ijaroh (3462). Hadits ini
di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (11)]
Allah -Azza wa Jalla-juga berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (QS.
At-Tahriim: 6)
Lalu bagaimanakah cara kita untuk melindungi diri dan
keluarga kita dari api neraka jika kita tidak memiliki ilmu agama!?! Kita tidak
mengetahui mana yang halal dan yang haram. Oleh karenanya, kita harus segera
menyadari sebelum semuanya terlambat bahwa tidak ada jalan menuju kebahagiaan
yang hakiki kecuali harus kembali mempelajari agama yang mulia ini. Bukan
berarti semua orang harus menjadi ulama atau ustadz, sebab kaum muslimin juga
butuh kepada polisi, montir, dokter, dan yang lainnya. Akan tetapi yang kami
maksudkan adalah setiap muslim memahami dengan benar prinsip-prinsip agamanya
yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat
Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- . Sebab, seseorang yang memiliki ilmu
agama akan senantiasa mendapatkan kebahagiaan, bukan hanya di dunia saja, juga
tetapi di alam barzakh dan di akhirat kelak. Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa
sallam- bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ
بِهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ
لَهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى
اْلجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka
Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga”. [HR. muslim(2699)].
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 116 Tahun II
No comments:
Post a Comment